BPOB – Jamu tradisional telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya Indonesia selama berabad-abad. Dikenal sebagai ramuan herbal yang disiapkan dari bahan alami, jamu telah menjadi warisan berharga yang diwariskan dari generasi ke generasi. Walaupun kini zaman semakin modern, masyarakat Indonesia yang meminum jamu. Bahkan, kini jamu tradisional Indonesia makin mendunia, berkat ditetapkannya budaya sehat jamu sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) oleh UNESCO.
Pembahasan jamu sebagai Warisan Budaya Takbenda dibahas dalam sidang ke-18 Intergovermental Commitee for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage yang dilaksankan di Kasane, Republik Botswana pada Rabu, 6 Desember 2023 lalu.
BACA JUGA : Selain Jamu ada Makanan Khas Sukoharjo.
Sejarah Jamu Tradisional di Indonesia
Arti kata “jamu” sendiri merupakan gabungan dari dua kata yaitu “Jawa” dan “Ngramu“, jadi mengandung arti ramuan yang dibuat oleh orang Jawa. Ada Teori lain juga yang menyebutkan, jamu berasal dari bahasa Jawa Kuno: “Djampi”, yang berarti metode untuk penyembuhan dengan menggunakan ramuan herbal.
Dilansir dari jalurrempah.kemendikbud.go.id, jamu sudah ada sejak zaman Kerajaan Mataram. Hal ini dapat dibuktikan melalui ilustrasi yang mirip dengan proses pembuatan jamu di berbagai situs, seperti situs arkeologi Liyangan, relief candi-candi dan juga prasasti Madhawapura yang menyebutkan istilah peracik jamu dengan sebutan “Acaraki“.
Bahan Baku yang Berlimpah
Data dari Riset Tumbuhan Obat dan Jamu (RISTOJA) yang dilakukan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, mengungkapkan bahwa terdapat 32.013 ramuan obat tradisional, dan 2.848 spesies tumbuhan sebagai bahan baku obat tradisional (jamu tradisional)
Tidak mengherankan jika jamu menyimpan banyak khasiat bagi tubuh kita. Berdasarkan catatan dalam Serat Centhini (1814 – 1823), berbagai jenis tumbuhan obat dapat dipakai sebagai bahan baku jamu tradisional dan dapat mengobati beberapa jenis penyakis, seperti panas dingin, meriang, cacingan, cacar, dan bahkan berkaitan dengan syaraf, batuk hingga mata.
Jamu di DPSP Borobudur
Perkembangan jamu tradisional sebagai minuman juga ramuan herbal terus berkembang hingga era kolonial. Menariknya, mengutip dari National Geographic Indonesia, pada abad ke 17 seorang ilmuwan bernama Jacobus Bontius menggunakan jamu untuk mengobati Gubernur Jendral VOC, Jan Pieterszoon Coen.
Semakin berkembangnya zaman, saat ini mulai banyak beragam varian jamu, namun jamu yang paling populer dan masih ada hingga saat ini adalah jamu gendong. Sejarahnya, pelopor jamu gendong berasak dari daerah Nguter, Sukoharjo, Jawa Tengah.