Kalau ditanya apakah Indonesia bisa menjadi destinasi pariwisata kelas dunia? Jawabannya dengan tegas adalah bisa. Dari rumus 3A (Atraksi, Akses, Amenitas) kita sangat diperhitungkan di kancah global. Atraksi misalnya, berkali-kali destinasi kita terpilih menjadi yang terbaik di dunia yaitu Bali, dan yang terhangat baru saja Pulau Jawa dinobatkan sebagai pulau terbaik di dunia versi Travel+Leisure.

Begitu pula dengan amenitas, pada saat yang bersamaan Travel+Leisure mengumumkan hotel terbaik di dunia, dimana ada 5 hotel di Indonesia masuk Top 100, bahkan 3 hotel masuk Top-10. Hotel tersebut yaitu Nihi Sumba (peringkat 9), The Mulia Bali (peringkat 6) dan yang menjadi juaranya adalah Four Seasons Bali di peringkat 1.

Namun, saat berbicara mengenai aksesibilitas, masih banyak PR yang perlu dikerjakan. Saya selalu mengatakan kita harus berawal dari akhir, selalu memulai dengan target yang ingin dicapai. Untuk mendatangkan 17 juta wisman tahun ini, dan 20 juta wisman tahun 2019, kita harus tumbuh rata-rata 20% setiap tahun. Sayangnya, international pax kita hanya tumbuh 16% di saat kita harus tumbuh 21% tahun ini.

Mengapa itu bisa terjadi?

Kita ingin bergerak cepat, namun ternyata kita salah memilih “kendaraan” atau vehicle. Wisman yang datang ke Indonesia tahun 2017 rata-rata lebih dari 55% menggunakan Full Service Carrier (FSC), dan sisanya menggunakan Low Cost Carrier (LCC). Namun, ternyata pertumbuhan FSC rata-rata hanya 12% jauh di bawah LCC yang tumbuh rata-rata 21% per tahun. Contoh di Jepang, untuk tahun 2017, pertumbuhan penumpang internasional setiap tahunnya rata-rata 12% per tahun. Dari angka tersebut, pertumbuhan penumpang yang menggunakan layanan FSC sekitar 5%, sementara LCC tumbuh 40% per tahun.

Ini yang saya bilang salah memilih vehicle, dimana kita harus tumbuh tinggi tetapi lebih banyak menggunakan kendaraan yang tumbuhnya rendah, tidak nyambung.  Maka, LCC adalah senjata ampuh untuk mendorong pertumbuhan jumlah wisman, dimana maskapai berbiaya rendah ini menyumbang kontribusi peningkatan kunjungan wisman sebanyak 20%. Untuk mendorong pertumbuhan LCC, Indonesia harus mempunyai Low Cost Carrier Terminal (LCCT).

Target yang diberikan Presiden harus naik rata-rata 20% per tahun, kalau kita menggunakan cara yang biasa (FSC) maka pertumbuhan tidak akan pernah tercapai. LCCT menjadi salah satu penentu utama keberhasilan target kunjungan 20 juta wisman pada tahun 2019. Selama ini LCC datang ke Indonesia parkir di tempat (bandara) yang tidak kompetitif dari sisi harganya. Banyak LCC yang enggan datang ke Indonesia karena mahalnya airport charge.

Wacana LCCT ini sudah bergulir atas arahan Presiden dalam Ratas Kabinet beberapa waktu lalu. Presiden menuntut pertumbuhan industri penerbangan pada tahun ini dapat mencapai 20%. Dengan adanya LCCT, maka airlines bisa memotong biaya operasional hingga 50 persen, tapi akan memiliki trafik yang meningkat dua kali lipat.

Best Practice

Seperti yang sering saya kemukakan, cara tercepat untuk menjadi yang terbaik adalah dengan melakukan benchmark. Banyak Negara yang telah mengembangkan LCCT yang bisa kita pelajari, seperti Jepang, Thailand hingga Inggris.

Bandara di Jepang mulai menyiapkan terminal biaya rendah sejak 2012, yakni di Bandara Narita (NRT) Tokyo, Bandara Naha (OKA) Okinawa, kemudian bandara Chubu (NGO) Nagoya dan Bandara Kansai (KIX) Osaka.

Bandara Narita contohnya, sudah mulai membangun T3 untuk LCC sejak April 2015. Jumlah lalu-lintas LCC kemudian terus tumbuh dari 11,5 persen menjadi 31 persen pada 2017 dari jumlah keseluruhan di Narita, Tokyo. Saat ini Narita sedang mengembangkan kapasitas LCCT dari 7,5 mppa menjadi 15 mppa (million passenger per annum) yang akan segera beroperasi untuk mengantisipasi pertumbuhan.

Pertumbuhan trafik di LCCT jauh lebih tinggi dari Non-LCCT untuk destinasi yang sama. Hasilnya turis inbound ke Jepang tumbuh 33% per tahun dari tahun 2011 sampai dengan 2015 dan menjadi rataan pertumbuhan tertinggi di dunia, mencapai 28,7 juta turis pada 2017.

Senada dengan Jepang, Thailand juga getol mengembangkan LCCT. Selama kurun 2014 – 2017 International Paxtumbuh rata-rata 15% per-tahun dengan pertumbuhan FSC hanya sekitar 12% per-tahun, sementara LCC tumbuh sekitar 25% per-tahun. Pax traffic di Bangkok Don Mueang Airport (DMK) mencapai 38 juta di tahun 2017 dan merupakan LCC Airport terbesar di dunia. International pax DMK tumbuh 20,6% sedangkan BKK (Svarnabhumi) tumbuh hanya 7,5%.

London pun setali tiga uang. Ada 6 bandara di London dengan dua diantaranya adalah LCCT yaitu Standstead (STN) dan Luton (LTN). Pada kurun waktu 2013-2017 total trafik di 6 airport tumbuh 25,6% dimana dua LCCT (STN dan LTN) tumbuh 51,4 %, sementara  4 bandara Non-LCCT tumbuh hanya 19%.

Penurunan cost/pax di STN sebesar 7% di tahun 2014 terbukti meningkatkan jumlah pax sebesar 20% pada periode yang sama. Saat ini STN merupakan the fastest growing airport, dengan permintaan slot sebesar 12,1% per tahun; dibandingkan dengan Heathrow (LHR) yang sebesar 1,4% dan Gatwick (LGW) sebesar 2,1%. Gatwick adalah bandara Non-LCCT tapi berhasil meningkatkan trafik cukup signifikan dengan mengundang LCC seperti Easy-Jet, FlyBee, Norwegian Air Shuttle, Ryan Air, Vueling, Wizz Air, WOW Air, TUI Airways; dengan menurunkan Airport charges-nya lebih rendah dari Heathrow.

LCT

Untuk Indonesia, saat ini bandara yang paling siap dikembangkan menjadi LCCT adalah Terminal 2 Soekarno-Hatta. Secara de facto, sebenarnya PT Angkasa Pura II sudah memiliki LCCT untuk penerbangan domestik, yakni Terminal 1 Bandara Soekarno-Hatta, karena faktanya sekarang semua penerbangan (low cost) Lion Group dan Citilink berada di Terminal 1. Sesuai dengan informasi yang diterima, nantinya Terminal 1 menjadi full LCCT penerbangan domestic, sedangkan Terminal 2 full LCCT untuk penerbangan domestik dan internasional.

Bandara Banyuwangi juga sedang dikembangkan menjadi LCCT. Penetapan Bandara Banyuwangi sebagai LCCT merupakan tindak lanjut pertemuan saya dengan Dirut AP II Muhammad Awaluddin. Nantinya pengembangan Bandara Banyuwangi akan dilakukan penebalan landasan (Overlay Runway) sehingga dapat mengakomodir pasawat tipe Boeing 737-8 NG , 737-9 ER dan Airbus 320; dari perluasan tempat parkir pesawat (apron) juga ditingkatkan. yang mulanya hanya mampu menampung 3 pesawat Narrow Body, kini bisa menjadi 9 pesawat Narrow Body.

Untuk infrastruktur lainya seperti lahan parkir kendaraan juga diperlebar yang semula hanya 2.000 m2 (80 kendaraan) menjadi 5.000 m2 (260 kendaraan). Yang terakhir perluasan Terminal Penumpang dari 7000m2 yang hanya mampu menampung 700 ribu pax/tahun. Menjadi 20.000m2 atau setara 2 juta pax/tahun.

Setelah LCCT, ada yang menginginkan adanya Low Cost Terminal (LCT), yaitu terminal yang sejak awal memang didesain low cost, bukan hanya sekedar menurunkan tarif seperti LCCT. Konsep LCT yang diusulkan adalah pendapatannya seimbang baik dari sisi aeronautical maupun non-aeronauticalnya. Untuk itu, secara khusus saya telah berbicara dengan beberapa CEO Airlines, untuk membantu mengimplementasikan konsep LCT di Indonesia.

Bila wisman menggunakan LCC, tidak berarti spendingnya harus kecil. Contohnya Thailand yang memiliki banyak terminal LCC, namun Average Spending per Arrival-nya (ASPA) mencapai 1.500 dolar AS. Sementara Indonesia masih di angka 1.200 dolar AS. Tingkat keterisian penumpang (okupansi) pesawat ke destinasi biasanya juga lebih banyak untuk kelas ekonomi. Ini bisa membuktikan penggunaan LCCT tidak mengurangi ASPA.

Menutup CEO Message ini, saya mengingatkan bahwa hasil yang luar biasa hanya bisa ditempuh dengan cara yang tidak biasa! Pengembangan LCCT adalah solusi paling ampuh dalam mencapai target 20 juta wisman di tahun 2019!

Salam Pesona Indonesia!

DR. Ir. Arief Yahya, M.Sc.

By Published On: Selasa, 14 Agustus 2018Views: 951

Share This Story, Choose Your Platform!

Ayo, Berwisata #DiIndonesiaAja

Selama berbulan-bulan berada di rumah, Sobat Pesona tentu sudah rindu traveling, bukan? Nah, bagi Sobat Pesona yang hendak merencanakan liburan setelah pandemi, tak usah jauh-jauh ke luar negeri untuk merasakan pengalaman berwisata yang menyenangkan. Sebab, berwisata #DiIndonesiaAja juga bisa memberikan pengalaman liburan yang tak kalah mengesankannya dengan berwisata ke luar negeri, lho!