Siaran Pers
Badan Otorita Borobudur
Badan Otorita Borobudur dukung pelestarian kebaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda UNESCO.
Sleman, 20 Februari 2025 – Komunitas Kain dan Kebaya Indonesia (KKI) merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-5 dengan mengusung tema Perempuan Semakin Berdaya dan Berbudaya Menuju Indonesia Emas pada Kamis (20/2/2025) di Sleman City Hall.
Sejarah Kebaya: Dari Masa Ke Masa
Kebaya memiliki akar sejarah yang panjang dan kaya. Asal-usul kebaya dapat ditelusuri hingga abad ke-15, ketika pakaian ini pertama kali muncul di kalangan bangsawan Jawa. Kebaya kemudian menyebar ke berbagai wilayah Nusantara, seperti Bali, Sumatera, dan Sulawesi, dengan variasi desain yang mencerminkan kekayaan budaya setempat.
Pada masa kolonial Belanda, kebaya mengalami evolusi signifikan. Pakaian ini menjadi simbol perlawanan dan identitas nasional. Wanita-wanita Indonesia menggunakan kebaya sebagai cara untuk menunjukkan kearifan lokal dan kebanggaan budaya di tengah pengaruh asing.
Penetapan kebaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda UNESCO dilakukan pada 4 Desember 2024, dalam sidang ke-19 Session of the Intergovernmental Committee on Intangible Cultural Heritage (ICH) di Asunción, Paraguay. Hal ini merupakan penghormatan atas nilai sejarah dan budaya yang diembannya. Kebaya bukan hanya selembar kain yang dihias indah, tetapi juga cerminan sejarah, tradisi, dan identitas kita. Pengakuan ini memberikan tanggung jawab besar bagi kita untuk melestarikan dan mempromosikan kebaya di kancah internasional.
Kebaya sebagai Peluang Ekonomi
Direktur Utama Badan Pelaksana Otorita Borobudur, Agustin Peranginangin menjelaskan bahwa dengan pengakuan UNESCO, kebaya memiliki potensi besar untuk mengembangkan industri tekstil dan fesyen di Indonesia. Hal ini dapat membuka banyak peluang kerja baru dan membantu dalam pencapaian target pertumbuhan ekonomi 8% yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
“Pemerintah telah menetapkan dan mengusahakan untuk pertumbuhan ekonomi sebesar 8%, harapan kita semua bahwa kebaya juga ambil bagian dalam hal tersebut. Maka dari itu, kita harus menggali seluruh potensi,” kata Angin.
Industri kebaya tidak hanya mencakup produksi pakaian, tetapi juga mencakup sektor-sektor lain seperti pariwisata, pendidikan, dan industri kreatif. Dengan meningkatnya permintaan kebaya di pasar global, Indonesia harus mampu memanfaatkan peluang ini dengan baik. Kebaya bisa menjadi pakaian sehari-hari yang tidak hanya dipakai dalam acara resmi, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat mendorong pertumbuhan industri lokal.
Dengan pertumbuhan industri kebaya, diharapkan semakin banyak lapangan kerja yang tercipta di berbagai sektor, mulai dari desain, produksi, hingga pemasaran. Semua ini berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pengentasan kemiskinan.
“Pada tahun 2024, belanja wisatawan meningkat menjadi 2,3 juta per wisatawan. Hal ini perlu disikapi dengan bijak,” tutur Angin menambahkan.
HUT ke-5 Komunitas Kain dan Kebaya Indonesia adalah momentum penting untuk merayakan kebaya sebagai warisan budaya yang diakui dunia, serta sebagai peluang ekonomi yang menjanjikan. Mari kita lestarikan kebaya dan kembangkan potensinya untuk kesejahteraan bersama, sehingga kebaya tidak hanya menjadi simbol kebanggaan budaya, tetapi juga sumber penghidupan bagi masyarakat Indonesia.
Eliza Nurfitriana
Kepala Divisi Komunikasi Publik
Badan Pelaksana Otorita Borobudur